21.1.19

Mari Belajar Sejarah Kerajaan Melayu, Prasasti Kerajaan Hingga Runtuhnya Kerajaan Melayu!

Kerajaan Melayu atau dalam bahasa Tionghoa ditulis Ma-La-Yu (末羅瑜國) merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di Pulau Sumatera. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad ke-7 yang berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke 15 berpusat di Suruaso atau Pagaruyung.
Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi (Thai:Sovannophum) yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum akhirnya terintegrasi dengan Kerajaan Sriwijaya (Thai:Sevichai) pada tahun 682. Penggunaan kata Melayu, telah dikenal sekitar tahun 100-150 seperti yang tersebut dalam buku Geographike Sintaxis karya Ptolemy yang menyebutkan maleu-kolon. Dan kemudian dalam kitab Hindu Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah Malaya dvipa yang bermaksud tanah yang dikelilingi air.

 DESKRIPSI 
 KETERANGAN 
 Nama  Kerajaan Melayu
 Bahasa Melayu 
 Agama Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana 
 Di Pimpin Oleh  1.Mauliwarmadewa Sekitar Abad Ke-7
 2.Adityawarman Sekitar Abad Ke-14 

DAFTAR ISI
1. SUMBER SEJARAH KERAJAAN MELAYU
2. SEJARAH BERDASARKAN PRASASTI KERAJAAN MELAYU
3. SEJARAH PEMIMPIN KERAJAAN MELAYU
4. KERAJAAN MELAYU BERPUSAT DI JAMBI
5. PENINGGALAN KERAJAAN MELAYU
6. RUNTUHNYA KERAJAAN MELAYU



SUMBER SEJARAH KERAJAAN MELAYU

Berita tentang kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I Tsing atau I Ching (義淨; pinyin Yì Jìng) (634-713), yang termasyhur yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) serta Ta-T’ang Hsi-yu Ch’iu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang) dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671, singgah di Sriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya, dan menerjemahkan naskah-naskah Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Tionghoa.

Kisah pelayaran I-tsing dari Kanton tahun 671 diceritakannya sendiri, dengan terjemahan sebagai berikut:
Ketika angin timur laut mulai bertiup, kami berlayar meninggalkan Kanton menuju selatan …. Setelah lebih kurang dua puluh hari berlayar, kami sampai di negeri Sriwijaya. Di sana saya berdiam selama enam bulan untuk belajar Sabdawidya. Sri Baginda sangat baik kepada saya. Dia menolong mengirimkan saya ke negeri Malayu, di mana saya singgah selama dua bulan. Kemudian saya kembali meneruskan pelayaran ke Kedah …. Berlayar dari Kedah menuju utara lebih dari sepuluh hari, kami sampai di Kepulauan Orang Telanjang (Nikobar) …. Dari sini berlayar ke arah barat laut selama setengah bulan, lalu kami sampai di Tamralipti (pantai timur India)

Perjalanan pulang dari India tahun 685 diceritakan oleh I-tsing sebagai berikut:
Tamralipti adalah tempat kami naik kapal jika akan kembali ke Cina. Berlayar dari sini menuju tenggara, dalam dua bulan kami sampai di Kedah. Tempat ini sekarang menjadi kepunyaan Sriwijaya. Saat kapal tiba adalah bulan pertama atau kedua …. Kami tinggal di Kedah sampai musim dingin, lalu naik kapal ke arah selatan. Setelah kira-kira sebulan, kami sampai di negeri Malayu, yang sekarang menjadi bagian Sriwijaya. Kapal-kapal umumnya juga tiba pada bulan pertama atau kedua. Kapal-kapal itu senantiasa tinggal di Malayu sampai pertengahan musim panas, lalu mereka berlayar ke arah utara, dan mencapai Kanton dalam waktu sebulan.

Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Hinayana, kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu.

Berita lain mengenai kerajaan Melayu berasal dari T’ang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang p’u pada tahun 961, kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 untuk pertama kalinya, namun setelah munculnya Sriwijaya sekitar 670, kerajaan Melayu tidak ada lagi mengirimkan utusan ke Cina.

||TOP||


SEJARAH BERDASARKAN PRASASTI KERAJAAN MELAYU

1.Prasasti Kedukan Bukit
Sekitar pertengahan abad kesebelas, serangan dahsyat yang dilakukan Rajendra Choladewa membuat Kerajaan Sriwijaya menjadi lemah. Pada saat itulah, Kerajaan Melayu mengambil kesempatan untuk bangkit. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan oleh seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda bernama M. Batenburg pada tahun 1920 menyebutkan bahwa, Kerajaan Melayu berhasil bebas dari kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kedukan Bukit

2.Prasasti Amoghapasa
Prasasti Amoghapasa adalah pemberian dari Kertanagara raja Singhasari kepada Tribhuwanaraja raja Melayu di Dharmasraya pada tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi. Prasasti Amoghapasa menyebutkan bahwa sekitar abad ke 13 Dharmasraya berada di dalam kekuasaan Kerajaan Melayu.
Prasasti Amoghapasa
Pada tahun 1347, Adityawarman menambah pahatan aksara yang dituliskan dalam bahasa Sanskerta pada bagian belakang prasasti. Tata bahasa dari pahatan manuskrip ini tidak terstruktur dan sangat sulit untuk menerjemahkannya dengan benar.
Sebagian besar isinya merupakan kata pujian kepada Adityawarman.

||TOP||


SEJARAH PEMIMPIN KERAJAAN MELAYU

1.Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa Trailokyaraja
adalah seorang maharaja Melayu di Dharmasraya dan dianggap juga sebagai Maharaja Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Grahi tahun 1183 yang ditemukan di selatan Thailand. Isi prasasti tersebut berupa perintah kepada bupati Grahi kala itu yang bernama Mahasenapati Galanai untuk membuat sebuah archa Budha dengan berat 1 bhara 2 tula atau setara 10 emas tamlin.

2.Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa
Berdasarkan isi Prasasti Padang Roco pada tahun 1286 yang ditemukan di Kabupaten Dharmasraya. Isinya, berita tentang pengiriman Arca Amonghapasa sebagai hadiah dari raja Singhasari kepada Raja Malayu.

3.Akarendrawarman Akarendrawarman 
Dipercaya anak dari salah satu putri Raja Melayu atau Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa yang bernama Dara Jingga. Berdasarkan Prasasti Suruaso tahun 1316 yang berada di Kabupaten Tanah Datar.

4.Adityawarman Adityawarman 
Adalah sosok penerus dari Dinasti Mauli penguasa pada Kerajaan Melayu yang sebelumnya beribu kota di Dharmasraya. Dari manuskrip pengukuhannya ia menjadi penguasa di Malayapura Swarnnabhumi atau Kanakamedini pada tahun 1347 Berdasarkan penjelasan Arca Amoghapasa. Selain itu, penjelasan dari Prasasti Suruaso yang berisi pengiriman utusan Cina yang datang ke Kerajaan Malayu pada zaman dinasti Ming. Adityawarman diberi gelar Maharajadiraja Srīmat Srī Udayādityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa, dan di kemudian hari ibu kota dari kerajaan ini berpindah ke daerah pedalaman Minangkabau.

5.Ananggawarman 
Berdasarkan Prasasti Batusangkar tahun 1375 di Kabupaten Tanah Datar. Beliau merupakan penerus dari Raja Adityawarman.

||TOP||


KERAJAAN MELAYU BERPUSAT DI JAMBI

1.Letak Geografis
Kerajaan Melayu terletak di Pantai Timur Sumatera dan pusatnya di sekitar Jambi. Karena letaknya yang strategis di tepi pantai dekat Selat Malaka, maka kerajaan Melayu merupakan jalan perdagangan yang ramai sekaligus merupakan jalan yang terdekat antara India dan Cina. Pada suatu saat, Melayu memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan.

2.Keagamaan
Penduduk di daerah Melayu pada mulanya memeluk agama Budha Hinayana, tetapi kemudian memeluk agama Budha Mahayana. Hal ini karena kegiatan dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala yang datang dari India. Ia mula-mula mengajar di Nalanda kemudian pergi ke Swarnadwipa.

3.Pemerintahan
Melayu merupakan suatu kerajaan besar yang berada di pulau Sumatera pada abad ke 7 masehi. Dari ekspedisi pamalayu yang dikirimkan oleh Kertanegara dapat diketahui bahwa di kerajaan Melayu memerintah seorang raja yang bernama Mauliwarmadewa. Setelah itu, dari prasasti-prasasti yang dijumpai di Minangkabau, dapat diketahui pula bahwa pada abad ke 14 masehi, memerintah seorang raja yang bernama Adityawarman.

||TOP||


PENINGGALAN KERAJAAN MELAYU

1.Prasasti Masjusri
Prasasti Masjusri Pada prasasti di atas arca Manjusri dari candi Jago disebutkan bahwa pada tahun 1343, Adityawarman bersama-sama dengan Gajah mada menaklukkan Bali.
Prasasti Masjusri
2.Prasasti Amoghapasa
Prasasti Amoghapasa adalah pemberian dari Kertanagara raja Singhasari kepada Tribhuwanaraja raja Melayu di Dharmasraya pada tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi. Prasasti Amoghapasa menyebutkan bahwa sekitar abad ke 13 Dharmasraya berada di dalam kekuasaan Kerajaan Melayu.
Prasasti Amoghapasa
Pada tahun 1347, Adityawarman menambah pahatan aksara yang dituliskan dalam bahasa Sanskerta pada bagian belakang prasasti. Tata bahasa dari pahatan manuskrip ini tidak terstruktur dan sangat sulit untuk menerjemahkannya dengan benar. Sebagian besar isinya merupakan kata pujian kepada Adityawarman.

3.Prasasti Padang Roco
Prasasti Padang Roco adalah sebuah prasasti yang ditemukan di kompleks percandian Padangroco, Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Pada tahun 1911 dari Padangroco ditemukan sebuah alas arca Amoghapāśa yang pada empat sisinya terdapat prasasti (NBG 1911: 129, 20e). Prasasti ini dipahatkan 4 baris tulisan dengan aksara Jawa Kuna, dan memakai dua bahasa (Melayu Kuna dan Sansekerta) (Krom 1912, 1916; Moens 1924; dan Pitono 1966).

Isi dari prasasti tersebut adalah sebagaimana yang diterjemahkan oleh Prof. Slamet Muljana:
Bahagia ! Pada tahun Śaka 1208, bulan Bādrawāda, hari pertama bulan naik, hari Māwulu wāge, hari Kamis, Wuku Madaņkungan, letak raja bintang di baratdaya …Tatkalai itulah arca paduka Amoghapāśa lokeśwara dengan empat belas pengikut serta tujuh ratna permata dibawa dari bhūmi jāwa ke swarnnabhūmi, supaya ditegakkan di dharmmāśraya,sebagai hadiah śrī wiśwarūpa kumāra. Untuk tujuan tersebut pāduka śrī mahārājādhirāja kŗtanagara wikrama dharmmottunggadewa memerintahkan rakryān mahā-mantri dyah adwayabrahma, rakryān śirīkan dyah sugatabrahma samagat payānan hań dīpankaradāsa, rakryān damun pu wīra untuk menghantarkan pāduka Amoghapāśa. Semoga hadiah itu membuat gembira segenap rakyat di bhūmi mālayu, termasuk brāhmaņa, ksatrya, waiśa, sūdra dan terutama pusat segenap para āryya, śrī mahārāja śrīmat tribhuwanarāja mauliwarmmadewa.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Padang Roco
"prasasti ini menceritakan penundukan Kerajaan Melayu oleh Sriwijaya"
Ketika pertangahan abad kesebelas Kerajaan Sriwijaya mulai lemah akibat serbutan dahsyat Colamandala, negeri Malayu memanfaatkan kesempatan untuk bangkit kembali. Sebuah prasasti yang ditemukan di Srilanka menyebukan, bahwa pada zaman pemerintahan Vijayabahu di Srilangka (1055 – 1100), Pangeran Suryanarayana di Malayaprua (Sumatera). Hal ini menunjukkan bahwa pada pertengahan abad kesebelas, negeri Malayu – Jambi telah berhasil memerdekakan dirinya dari kekuasaan Sriwijaya.

4.Kitab Negara Kertagama dan Pararaton
Negara Kertagama dan Pararaton memberitakan bahwa pada tahun 1275 masa pemerintahan Sri Kertanegara dikirim ekspedisi dari Singosari ke Swarnabumi yang disebut Pamalayu. Dalam Kertagama Pupuh XLI/5 diuraikan dengan jelas tentang pengiriman tentara Singosari ke Melayu itu. Untuk menghadapi perluasan kekuasaan bangsa Mongol, sebagai persahabatan, maka raja Kertanegara mengirimkan sebuah arca Amoghapasa yang merupakan hadiah dari raja Kertanegara untuk Sri Maharaja Mauliwarmadewa. Patung ini ditempatkan di tempat suci Dharmasraya.
Kitab Negara Kertagama dan Pararaton

5.Prasasti Kedukan Bukit
Sekitar pertengahan abad kesebelas, serangan dahsyat yang dilakukan Rajendra Choladewa membuat Kerajaan Sriwijaya menjadi lemah. Pada saat itulah, Kerajaan Melayu mengambil kesempatan untuk bangkit. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan oleh seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda bernama M. Batenburg pada tahun 1920 menyebutkan bahwa, Kerajaan Melayu berhasil bebas dari kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kedukan Bukit

||TOP||


RUNTUHNYA KERAJAAN MELAYU

Dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 tertlis perjalanan Dapunta Hyang membawa 20.000 orang prajurit meninggalkan Minanga Tamwan dengan perasaan suka cita penuh kemenangan. Yamin berpendapat bahwa prasasti ini merupakan piagam proklamasi berdirinya Kerajaan Sriwijaya di bawah pimpinan Dapunta Hyang. Pendapat Yamin ini belakangan bertentangan dengan catatan I Tsing yang menyatakan bahwa pada tahun 671 Kerajaan Sriwijaya sudah ada. Dikisahkan, bahwa I Tsing mendapat bantuan dari raja Shih-li-fo-shih sehingga dapat memasuki pelabuhan Malayu dalam perjalanan menuju India.

Selanjutnya Slamet Mulyana yang telah mengidentifikasi Minanga Tamwan sebagai ibu kota Kerajaan Malayu berpendapat bahwa, prasasti Kedukan Bukit merupakan piagam penaklukan Malayu oleh Sriwijaya. Naskah prasasti tersebut menunjukkan bahwa dengan kekuatan 20.000 prajurit, Dapunta Hyang berhasil menguasai Minanga Tamwan, dan meninggalkan kota itu dalam suka cita. Jadi menurutnya, penaklukan Malayu oleh Sriwijaya terjadi pada tahun 683. 

Pendapat ini sesuai dengan catatan I Tsing bahwa, pada saat berangkat menuju India tahun 671, Mo-lo-yeu masih menjadi kerajaan merdeka, sedangkan ketika kembali tahun 685, negeri itu telah dikuasai oleh Sriwijaya. Kerajaan Malayu dengan pelabuhan Melayunya merupakan penguasa lalu lintas selat malaka saat itu. Dengan direbutnya Minanga Tamwan yang sebagai Ibukota Kerajaan Melayu itu, maka dengan sendirinya pelabuhan Malayu pun jatuh ke tangan Kerajaan Sriwijaya. Maka sejak tahun 683, Kerajaan Sriwijaya tumbuh menjadi penguasa lalu lintas dan perdagangan Selat Malaka menggantikan peran dan kejayaan Kerajaan Malayu.

||TOP||


Previous Post
Next Post

0 komentar:

close