22.1.19

Mari Belajar Sejarah Kerajaan Banjar

Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri pada Tahun 1520, dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada pemerintahan darurat atau pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905. Namun sejak 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan Khairul Saleh. Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Wilayah Banjar yang lebih luas terbentang dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir diMartapura. Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Wilayah terluas kerajaan ini pada masa kejayaannya disebut empire atau kekaisaran Banjar membawahi beberapa negeri yang berbentuk kesultanan, kerajaan, kerajamudaan, kepengeranan, keadipatian dan daerah-daerah kecil yang dipimpin kepala-kepala suku Dayak. Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan. Bendera Negara Banjar berwarna kuning di atas hitam dalam bicolour horisontal. (John McMeekin , 15 Januari 2011).
 DESKRIPSI 
 KETERANGAN 
 Nama Kesultanan Banjar 
 Ibu Kota 1.Kuin, Banjarmasin (1520)
 2.Pemakuan (1612)
 3.Tambangan/Batang Banyu Mangapan (1622)
 4.Martapura (1632)
 5.Sungai Pangeran, Banjarmasin (1663)
 6.Kayu Tangi (1680) Bumi Kencana (1771) atau Bumi Selamat (1806)
 7.Sungai Mesa, Banjarmasin(1857)
 8.Karang Intan
 9.Amuntai, Banua Lima
 10.Baras Kuning (1865)
 Agama Islam, Konghucu, kaharingan, dan Nasrani
 Bahasa Banjar
 Bentuk Pemerintahan  Monarki Kesultanan
 Didirikan 1520
 Akhir Pemerintahan Daulat 1905
 Masa Keemasan  1526-1787

DAFTAR ISI
1. SEJARAH KERAJAAN BANJAR
2. CIKAL BAKAL KERAJAAN BANJAR
3. WILAYAH KERAJAAN BANJAR
4. MASA KEJAYAAN
5. BENTUK PEMERINTAHAN
6. PENINGGALAN KERAJAAN BANJAR
7. RUNTUHNYA KERAJAAN BANJAR



SEJARAH KERAJAAN BANJAR

Menurut mitologi suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaan pertama di Kalimantan bagian selatan adalah Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir. Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Nan Sarunai sebuah kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di daerah ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar.

Sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).

Menilik dari angka tahun dimaksud maka Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan Tabalong/Kerajaan Tanjungpuri usianya lebih tua 600 tahun dibandingkan dengan Kerajaan Kutai Martapura di Kalimantan Timur. Menurut Hikayat Sang Bima, wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar adalah Sang Dewa bersaudara dengan wangsa yang menurunkan raja-raja Bima (Sang Bima), raja-raja Bali (Sang Kuala), raja-raja Dompu(Darmawangsa), raja-raja Gowa (Sang Rajuna) yang merupakan lima bersaudara putera-putera dari Maharaja Pandu Dewata.

Sesuai Tutur Candi (Hikayat Banjar versi II), di Kalimantan telah berdiri suatu pemerintahan dari dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini digabungkan ke dalam Hindia Belanda pada 11 Juni 1860, yaitu :
1.Keraton awal disebut Kerajaan Kuripan
2.Keraton I disebut Kerajaan Negara Dipa
3.Keraton II disebut Kerajaan Negara Daha
4.Keraton III disebut Kesultanan Banjar
5.Keraton IV disebut Kerajaan Martapura/Kayu Tangi
6.Keraton V disebut Pagustian

Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya adalah cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya karena para putra Maharaja Sukarama juga berambisi sebagai raja yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung.

Dibantu oleh Arya Taranggana, Pangeran Samudra melarikan diri dengan sampan ke hilir sungai Barito. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama. Pangeran Samudra yang menyamar menjadi nelayan di daerah Balandean dan Kuin, ditampung oleh Patih Masih di rumahnya. Oleh Patih Masih bersama Patih Muhur, Patih Balitung diangkat menjadi raja yang berkedudukan di Bandarmasih.

Pangeran Tumenggung melakukan penyerangan ke Bandarmasih. Pangeran Samudra dibantu Kerajaan Demak dengan kekuatan 40.000 prajurit dengan armada sebanyak 1.000 perahu yang masing-masing memuat 400 prajurit mampu menahan serangan tersebut. Akhirnya Pangeran Tumenggung bersedia menyerahkan kekuasaan Kerajaan Negara Daha kepada Pangeran Samudra. Kerajaan Negara Daha kemudian dilebur menjadi Kesultanan Banjar yang beristana di Bandarmasih. Sedangkan Pangeran Tumenggung diberi wilayah di Batang Alai. Pangeran Samudra menjadi raja pertama Kerajaan banjar dengan gelar Sultan Suriansyah. Ia pun menjadi raja pertama yang masuk islam dibimbing oleh Khatib Dayan.

||TOP||


CIKAL BAKAL KERAJAAN BANJAR

Kemunculan Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Daha sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung. Setelah Raden Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung merebut kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden samudera dan merebut tahta kekuasaan Negara Daha.

Raden Samudera sebagai pihak yang kalah melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir sungai barito. Dia dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap.

Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha. Kekuatan Banjarmasih untuk melakukan perlawaann terhadap Negara Daha akhirnya mendapat pengakuan formal setelah komunitas melayu mengangkat Raden Samudera sebagai kepala Negara.

Pengangkatan ini menjadi titik balik perjuangan Raden Samudera. Terbentuknya kekuatan politik baru di banjarmasih, sebagai kekuatan politik tandingan bagi Negara Daha ini menjadi media politik bagi Raden Samudera dalam usahanya memperoleh haknya sebagai Raja di Negara Daha, sedangkan bagi orang Melayu merupakan media mereka untuk tidak lagi membayar pajak kepada Negara Daha

Setelah menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak, dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. Syarat tersebut disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Setibanya di Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari Banjarmasih untuk melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito.

Setibanya di daerah yang bernama Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan Kontingen Demak bertemu dengan Pasukan Negara daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini berakhir dengan suatu mufakat yang isinya adalah duel antara Raden samudera dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel itu, Raden Samudera tampil sebagai pemenang dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan banjarmasih.

Setelah kemenangan dalam pertempuran, Raden Samudera memindahkan Rakyat Negara Daha ke Banjarmasih dan Raden Samudera dikukuhkan sebagai Kepala negaranya. Pembauran penduduk Banjarmasih yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa (kontingen dari Demak) menggambarkan bersatunya masyarakat di bawah pemerintahan Raden Samudera.

Pengumpulan penduduk di banjarmasih menyebabkan daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya pada pertemuan sungai barito dan sungai martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan terbentuknya hubungan perdagangan. Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama negara dan rakyatnya memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. Kerajaan Banjar pertama kali dipimpin oleh Sultan Suriansyah ini.

||TOP||


WILAYAH KERAJAAN BANJAR

Kerajaan Banjar semakin berkembang dan lama kelamaan luas wilayahnya semakin bertambah. Kerajaan ini pada masa jayanya membentang dari banjarmasin sebagai ibukota pertama, dan martapura sebagai ibukota pengganti setelah banjarmasin direbut belanda, daerah tanah laut, margasari, amandit, alai, marabahan, banua lima yang terdiri dari Nagara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua serta daerah hulu sungai barito.
Muara Sungai Kuin Yang Dulunya Dekat Dengan Ibukota Kerajaan Banjar
Kerajaan semakin diperluas ke tanah bumbu, Pulau Laut, Pasir, Berau dan kutai di panati timur. Kotawaringin, Landak, Sukadana dan sambas di sebelah barat. Semua wilayah tersebut adalah Wilayah Kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari peta zaman sekarang, Kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh wilayah kalimantan di 4 provinsi yang ada). Semua wilayah tersebut membayar pajak dan upeti. Semua daerah tersebut tidak pernah tunduk karena ditaklukkan,tetapi karena mereka mengakui berada di bawah Kerajaan Banjar, kecuali daerah pasir yang ditaklukkan pada tahun 1663.

||TOP||


MASA KEJAYAAN

Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang, secara praktis barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.

Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan bantuan Madura (Arosbaya) dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang sengit.

Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada tahun 1622 Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.

Seiring dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.

Sejak tahun 1631 Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram, tetapi karena kekurangan logistik, maka rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah tidak ada lagi. Sesudah tahun 1637 terjadi migrasi dari pulau Jawa secara besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa.

Disamping menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan Banjarmasin juga harus menghadapi kekuatan Belanda. Pada tahun 1637 Banjarmasin dan Mataram mengadakan perdamaian setelah hubungan yang tegang selama bertahun-tahun. Perang Makassar (1660-1669) menyebabkan banyak pedagang pindah dari Somba Opu, pelabuhan kesultanan Gowa ke Banjarmasin. Mata uang yang beredar di Kesultanan Banjar disebut doit.

Sebelum dibagi menjadi beberapa daerah (kerajaan kecil), wilayah asal Kesultanan Banjar meliputi provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura pada lokasi Tanjung Sambar (Ketapang) dan sebelah timur berbatasan dengan Kesultanan Pasir pada lokasi Tanjung Aru. Pada daerah-daerah pecahannya, rajanya bergelar Pangeran, hanya di Kesultanan Banjar yang berhak memakai gelar Sultan. Kesultanan-kesultanan lainnya mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar, termasuk Kesultanan Pasir yang ditaklukan tahun 1636 dengan bantuan Belanda.

Kesultanan Banjarmasin merupakan kerajaan terkuat di pulau Kalimantan. Sultan Banjar menggunakan perkakas kerajaan yang bergaya Hindu.

||TOP||


BENTUK PEMERINTAHAN

Kerajaan Banjar yang berdiri pada 24 september 1526 sampai berakhirnya perang Banjar yang merupakan keruntuhan kerajaan Banjar memiliki 19 orang raja yang pernah berkuasa. Sultan pertama kerajaan Banjar adalah Sultan Suriansyah (1526 – 1545), beliau adalah raja pertama yang memeluk Agama Islam. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 – 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu.

Sultan Suriansyah sebagai Raja pertama mejadikan Kuin Utara sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan Kerajaan Banjar. Sedangkan Sultan Mohammad Seman berkeraton di daerah manawing – puruk cahu sebagai pusat pemerintahan pelarian

Berikut adalah rincian Raja-raja Kerajaan Banjar sejak berdirinya kerajaan hingga runtuhnya kerajaan itu :

1526 – 1545 : Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam
1545 – 1570 : Sultan Rahmatullah
1570 – 1595 : Sultan Hidayatullah
1595 – 1620 : Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612
1620 – 1637 : Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah
1637 – 1642 : Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah
1642 – 1660 : Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa
1660 – 1663 : Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin
1663 – 1679 : Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung
1679 – 1700 : Sultan Tahlilullah berkuasa
1700 – 1734 :Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning
1734 – 1759 : Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah
1759 – 1761 : Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah
1761 – 1801 : Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
1801 – 1825 : Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah
1825 – 1857 : Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman
1857 – 1859 : Pangeran Tamjidillah
1859 – 1862 : Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina
1862 – 1905 : Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar.
Sultan Hidayatullah
Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui sumpah perjuangan “haram manyarah waja sampai kaputing” benar-benar memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah dan pengikutnya

||TOP||


PENINGGALAN KERAJAAN BANJAR

1.Candi Agung Amuntai
Candi ini merupakan peninggalan yang pertama dalam sejarah dari kerajaan banjar, yang pada masa ini di sebut dengan Masa Peradaban Kuno, candi agung amuntai ini adalah candi yang telah di bangun oleh Sang Empu Jatmika yang saat itu abad ek 14 M. pada mula kerajaan ini lah akhirnya lahir beberapa dan banyak sekali kerajana hindu yang ada di banjar saat itu, salah satunya melahirkan kerajaan Daha yang ada di Negara dan juga Kerajaan Banjarmasin.

Dan konon katanya sejarah berkata bahwa Kerajaan Hindu Negaradipa di dirikan pada saat tahun ke 1438 masehi di suatu persimpangan sebuah sungai yang ada 3 aliran sungai, diantaranya yatiu Balangan, Tabalong dan juga Negara. Cikal bakal adanya suatu kerajana banjar ini pada saat di perintahkan oleh Pangeran Surianata dan juga Putri Junjung Buih yang merupakan Pemerintah Patih Lambung Mangkurat juga. Negaradipa ini akhirnya di kembangkan menjadi sebuah Kota AMUNTAI. Dan candi agung amuntai ini telah di perkirakan oleh para ahli sejarah sebanyak berusia 740 tahun kurang lebihnya. Bahan yang di buat untuk candi agung amuntai ini telah di dominasikan oleh sebuah kayu dan juga sebuah batu.
Candi Agung Amuntai
Kondisinya sangatlah masih kokoh sampai saat ni, pada tulisan candi ini banyak juga di temukan beberapa benda lainnya yang masih merupakan Peninggalan Kerajaan Banjar juga yang katanya usia nya juga sekitar kira kira 200 tahun sebelum masehi adanya. Perlu kalian ketahui juga, bahwa candi ini merupakan candi yang di dalamnya mirip sekali dengan batu batuan merah yang sekarang sering kita pakai buat rumah.

Namun sepertinya jikalau di sentuh tetap saja ada perbedaannya, yaitu batu yang ada di candi ini lebih berat dan lebih kuat juga di bandingkan dengan batu bata merah yang sering kita pakai sekarang ini. Akhirnya candi ini di jadika sebuah situs wisata yang dapat kita kunjungi kapan saja, Karena katanya sekarang ini candi ini di buatkan seperti rumah banjar dan terlihatnya sangat nyaman.

2.Masjid Sultan Suriansyah
Masjid ini merupakan masjid yang menyimpan sejuta sejarah yang juga sekaligus merupakan masjid yang tertua yang ada di daerah Kalimantan Selatan, masjid ini jika di lihat dalam sejaran ada dan di bangun saat pemerintahan Sultan Suriansyah yaitu tepatnya pada tahun ke 156 sampai 1550 sebelum masehi. Ia merupakan raja banjar yang pertama dan juga pemeluk agama islam yang kuat.

Masjid ini berada di daerah Kelurahan Kuin Utara yang tidak lain adalah ibukota Kesultanan Banjar yang pertama kalinya ada. Di banjarmasih utara lah tepatnya adanya masjid ini , dan kanya ini juga di kenal dengan sebut Banjar Lama.

Masjid sultan ini merupakan Masjid bersejarah yang juga di buat dengan arsitektur yang uni dan menarik di padu dengan konstruksi panggung dan juga beratap Tumpang, masjid ini bergaya tradisional Banjar. Masjid ini di dirikan di sebuah tepi sungan KUIN.
Kondisi Ruangan Mesjid Sultan Suriansyah
Ada yang mengatakan bahwa masjid sultan ini merupakan salah satu pola yagna da pada arsitektur MASJID AGUNG DEMAK, yang di bawa juga dari nya agama islam ke daerah banjar ini oleh sang Khatib DAYAN. Sedangkan masjid demak juga di pengaruhi oleh arsitektur jawa kuno yang ada pada masa kerajaan hindu, makanya tidak aneh jika masjid ini terlihat unik juga dan banyak sekali terlihat percampuran arsitekturnya.

Bentuk dari gabungan beberapa arsitektur tadi dapat kita lihat pada 3 aspek yang paling penting juga paling pokok di ruangan Masjid Sultan ini. Yaitu sebagai berikut :

1. Atap meru
2. Ruang Kramat atau masyarakat di sekitarnya menyebutnya CELLA
3. Tiang guru yang mengelilingi Ruang Cella

Nah, terakhir kata nya masjid ini di berikan pada cucu dari Sultan Suriansyah yaitu Pangeran Hidayatullah lewat suatu surat wasiat yang panjang, berikut surat wasiat dari Sultan yang aslinya menggunakan huruf arab dan berbahasa dengan melayu Banjar.

Namun saya akan memberikan terjemahannya saja.
Terjemahan :
Bismillahirrahmannirrohim

Asyhadualla ilaha ilalloh naik saksi aku tiada Tuhan lain yang di sembah dengan se-benar2nya hanya Allah
Wa asyhaduanna Muhammad- Darasululloh naik saksi aku Nabi Muhammad itu se-benar2nya pesuruh Allah Ta’ala
Dan kemudian dari pada itu aku menyaksikan kepada dua orang baik2 yang memegang hukum agama Islam yang pertama Mufti Haji Jamaludin yang kedua pengulu Haji Mahmut serta aku adalah didalam tetap ibadahku dan sempurna ingatanku.

Maka adalah aku memberi kepada cucuku Andarun bernama Pangeran Hidayatullah suatu desa Namanya Riyam Kanan maka adalah perwatasan tersebut dibawah ini ;
Mulai di Muha Bincau terus di Teluk Sanggar dan Pamandian Walanda dan Jawa dan terus di Gunung Rungging terus di Gunung Kupang terus di Gunung Rundan dan terus di Kepalamandin dan Padang Basar terus di Pasiraman Gunung Pamaton terus di Gunung Damar terus di Junggur dari Junggur terus di Kala’an terus di Gunung Hakung dari Hakung terus di Gunung Baratus, itulah perwatasan yang didarat.

Adapun perwatasan yang di pinggir sungai besar maka adalah yang tersebut dibawah ini;
Mulai di Teluk Simarak terus diseberang Pakan Jati terus seberang Lok Tunggul terus Seberang Danau Salak naik kedaratnya Batu Tiris terus Abirau terus di Padang Kancur dan Mandiwarah menyebelah Gunung Tunggul Buta terus kepada pahalatan Riyam Kanan dan Riyam Kiwa dan Pahalatan Riyam Kanan dengan tamunih yaitu Kusan.

Kemudian aku memberi Keris namanya Abu Gagang kepada cucuku.
Kemudian lagi aku memberi pula suatu desa namanya Margasari dan Muhara Marampiyau dan terus di Pabaungan kaulunya Muhara Papandayan terus kepada desa Batang Kulur dan desa Balimau dan desa Rantau dan desa Banua Padang terus kaulunya Banua Tapin.

Demikianlah yang berikan kepada cucuku adanya.

Syahdan maka adalah pemberianku yang tersebut didalam ini surat kepada cucuku andarun Hidayatullah hingga turun temurun anak cucunya cucuku andarun Hidayatullah serta barang siapa ada yang maharu biru maka yaitu aku tiada ridho dunia akhirat.
Kemudian aku memberi tahu kepada sekalian anak cucuku dan sekalian Raja-raja yang lain dan sekalian hamba rakyatku semuanya mesti me-Rajakan kepada cucuku andarun Hidayatullah ini buat ganti anakku Abdur Rahman adanya.
Masjid Sultan Suriansyah

||TOP||


RUNTUHNYA KERAJAAN BANJAR

Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 – 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu.

||TOP||

Previous Post
Next Post

0 komentar:

close